METODE ILMIAH DITENGAH MARKET YANG TIDAK ILMIAH
Banyak orang tolol yang masuk ke pasar saham dan mereka tidak tahu kalau harga saham bisa naik bukan karena perusahaannya makin bagus, tapi karena banyak orang tolol lain yang beli bareng-bareng. Mereka beli karena takut ketinggalan, bukan karena ngerti. Dan karena makin banyak yang beli, harga makin naik. Ini namanya bubble.
Bubble itu kayak balon. Ditiup rame-rame sampai gede banget, padahal dalamnya cuma angin. Nggak ada isinya. Kalau kamu beli saham waktu udah gede, terus balonnya meledak, ya kamu nyangkut. Uangmu hilang. Kamu megang kertas yang nilainya udah bukan apa-apa.
Masalahnya, orang baru sadar itu bubble setelah meledak. Udah telat. Sebenarnya bubble ini bisa dideteksi, cuma orang tidak mau belajar makanya mereka jadi tolol dan semakin tolol dari hari ke hari. Sebenarnya sudah ada alat buat deteksi bubble SEBELUM meledak. Bukan pakai firasat, tapi pakai rumus. Ini namanya metode ilmiah.
Contohnya: Bayangin kamu lihat saham BBRI naik terus dari Januari sampai Mei. Terus Juni anjlok 25% dalam seminggu. Nah, ini bisa kamu sebut bubble pecah. Walaupun memang ilmiahnya tidak sesederhana itu, ini cuma supaya kamu paham dulu dasarnya karena saya tahu mayoritas pembaca blog ini bukan orang dengan IQ tinggi.
secara ilmiah PAGAN & SOSOUNOV (2003) menggunakan log(Pₜ), bukan harga mentah, karena log mengubah pertumbuhan jadi bentuk linear (memudahkan perhitungan return dan tren). Jadi dia cari titik-titik ekstrim (peak & trough) dimana Peak = titik tertinggi dalam periode tertentu dan Trough = titik terendah. Tentunya ini tidak sesederhana itu karena secara matematis harus menggunakan algoritma moving window untuk menyisir seluruh data historis dan mencari lokal maksimum dan minimum. Tapikan harga itu banyak noise, maka mereka gunakan time frame tertentu untuk mengeksklusi noise ini agar tidak menjadi bias saat menyimpulkan data. Minimum 4 bulan untuk fase naik (bull) atau turun (bear) dan Minimum 16 bulan untuk satu siklus lengkap bull→bear atau bear→bull namun kalau penurunan ≥ 20% dalam waktu singkat juga boleh langsung disebut bear market meski belum 4 bulan. Metode ini memang tampak sederhana tapi perlu diketahui bahwa ini bukan metode sempurna dan tidak bisa mendeteksi bubble spekulatif yang naik cepat lalu jatuh cepat dalam 1–2 bulan.
model lain yang bisa dipakai adalah SADF TEST (Phillips, Wu, Yu 2009) dimana model ini menggunakan alat buat lihat apakah harga saham naiknya W-A-J-A-R atau N-G-G-A-K.
Caranya?
Komputer ngecek harga dari minggu ke minggu, terus lihat: "Ini naiknya normal nggak sih?"
Bayangin kamu lihat data harga IHSG dari tahun 2000 sampai 2025. Bubble bisa muncul tahun 2008 (krisis global), 2020 (euforia pandemi), dan 2022 (batu bara naik gila-gilaan). GSADF bisa bilang, "Ini bubble, ini juga, oh ini juga."
Contoh:
IHSG tahun 2020 naik dari 4000 ke 6000 cuma karena semua orang buka akun saham. Padahal ekonomi lagi resesi. Kamu jalankan GSADF, dan ketahuan: itu bukan pemulihan, tapi euforia massal. GSADF menguji apakah harga naik terlalu cepat dalam waktu singkat, dengan pola matematis yang hanya bisa dijelaskan oleh euforia atau spekulasi. Naiknya makin cepat tiap waktu (bukan linier, tapi eksponensial), Harga makin menyimpang jauh dari pola sebelumnya, dan Kenaikan itu tidak bisa dijelaskan oleh trend normal atau fundamental.
kalau kita lihat gambar diatas, GSADF test berhasil mendeteksi episode-episode bubble dalam valuasi pasar AS (S&P500) secara presisi sepanjang sejarah. Grafik menunjukkan bahwa nilai statistik GSADF (garis biru) berkali-kali melewati ambang batas kritis 95% (garis merah) — setiap kali itu terjadi, maka dianggap sebagai periode bubble, ditandai dengan blok abu-abu. Yang diuji bukan harga indeks mentah, tetapi rasio harga terhadap dividen (P/D) — sebagai indikator tekanan spekulatif dalam valuasi.
semoga sekarang kamu sadar, kalau kamu beli saham karena rame, tanpa ngerti, kamu bukan investor. Kamu peniup balon. Dan saat balon meledak, kamu yang paling sakit.
Pakai metode ilmiah ini biar kamu nggak jadi korban. Karena kalau kamu nggak bisa bedain harga wajar sama harga gila, kamu akan terus nyangkut, nyangkut, dan nyangkut lagi.
Masih mau beli saham cuma karena temenmu bilang "ini pasti naik"? Silakan. Tapi jangan bilang saya tidak pernah mengingatkanmu.
Komentar
Posting Komentar